Saudaraku se-Islam, ketahuilah bahwa dosa dan maksiat pasti akan menumbulkan mudharat (kerugian), tidak mungkin tidak!
Bukankah dosa dan maksiat yang menyebabkan Nabi Adam dan Hawa dikeluarkan dari Surga negeri tempat kelezatan, kenikmatan, keindahan, dan kegembiraan menuju bumi, tempat yang penuh penderitaan, kesedihan dan musibah?
Bukankah dosa yang menyebabkan Iblis dikeluarkan dari kerajaan langit, sekaligus menjadikannya terusir dan terlaknat?
Bukankah dosa yang menyebabkan ummat Nabi Nuh ditenggelamkan oleh air bah setinggi puncak gunung?
Bukankah dosa yang menyebabkan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى mengirimkan angin puting beliung kepada kaum ‘Aad sehingga mayat mayat merika bertebaran di permukaan bumi layaknya pangkal pangkal pohon kurma yang lapuk?
Bukankah dosa yang menyebabkan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى mengirimkan suara guntur yang menggelegar dikepala kaum Tsamud sehingga memutuskan jantung jantung yang ada didalam tubuh mereka, dan mereka semua binasa!
Bukankah dosa yang menyebabkan diangkatnya tanah hunian kaum Nabi Luth kemudian tanah tersebut dibalik beserta penghuninya, yang semula diatas menjadi dibawah, hingga mereka semua binasa, lantas kemudian mereka dihujani oleh batu batu dari langit!
Bukankah dosa yang menyebabkan dikirimkannya awan adzab yang menggulung seperti naungan kepada kaum Nabi Syu`aib, hingga saat tiba di atas kepala mereka, awan tersebut menurunkan hujan api yang menyala-nyala!
Bukankah dosa yang menyebabkan Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan di dasar lautan?
Bukankah dosa yang menyebabkan terbenamnya Qarun beserta harta, tempat tinggan dan keluarganya?
Bukankah dosa yang menyebabkan kaum Yaassiin dari awal hingga akhirnya dibinasakan melalui suara guntur yang menggelegar? 1Diringkas dari ad-Daa’ wad Dawaa’ (hlm. 65-67), dengan sedikit perubahan
Dan Bukankah dosa yang membinasakan generasi demi generasi yang datang setelah zamannya Nabi Nuh, yakni dengan berbagai hukuman, hingga menghancurkan mereka dengan adzab yang dahsyat?
Seandainya kita mengerti, perhatikanlah baik baik wahai saudaraku ksiah demi kisah kaum kaum tersebut yang diadzab dengan adzab yang pedih, tentunya kita akan menjauhi perbuatan dosa dan maksiat. Dan jangan sekali kali kita meremehkan perbuatan dosa dan maksiat.
Namun, Sungguh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang zhalim kepada dirinya sendiri, mengingkari nikmat, serta sangat bodoh.
Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman :
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya, Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangatlah zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34)
Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى juga berfirman,
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia, Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat bodoh.” (QS. Al-Ahzaab:72)
Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى mensifatkan manusia dalam dua ayat ini dengan sifat:
- Zhalim
- Kufur (sangat mengingkari nikmat)
- Jahil (bodoh)
Manusia sangat zhalim, sangat mengingkari (nikmat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ), dan sangat bodoh.
Oleh karena itu manusia wajib belajar tentang islam agar hilang kebodohan dari dirinya dan ia tahu tentang agama islam yang sebenarnya, agama yang menjaga darah, harta, jiwa, nasab (keturunan) dan kehormatan manusia. Dan wajib memahami Islam dengan pemahaman yang benar lalu ia mengamalkan amal-amal shalih yang semuanya adalah mudah dan ringan. Kemudian ia mensyukuri nikmat-nikmat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan mentauhidkan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan menjauhkan segala macam bentuk kesyikrikan.
Termasuk pengertian syukur adalah melaksanakan perintah-perintah Allah Ta’ala dan menjauhkan larangan-larangan-Nya. Kemudian ia berlaku adil kepada dirinya dan kepada orang lain.
Seorang Muslim wajib bersyukur kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan melaksanakan amal-amal taat dan menjauhkan dosa dan maksiat. Karena sesungguhnya syukur adalah pokok iman dan syukur dibangun di atas tiga rukun
- Mengakui dengan hati bahwa semua ini nikmat yang Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى karuniakan kepada dirinya dan kepada seluruh makhluk adalah dari Allah Ta’ala.
- Mengucapkan dengan lisan (memuji Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan menyanjung-Nya).
- Menggunakan nikmat-nikmat tersebut dalam rangka melaksanakan ketaatan ketaatan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan beribadah kepada-Nya. 2Lihat al-Qaulus Sadiid fii Maqaashidit Tauhiid (hlm. 140) dan al-Qaulul Mufiid ‘ala Kitaabit Tauhiid (II/292)
Dan taat kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى adalah maknanya adalah “melaksanakan perintah-perintah Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan menjauhi larangan-larangan-Nya. 3Syarhul Qaawaa-idil Arba’ah (hlm. 12) oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Alu Fauzan Hafizahulloh
227 total views, 1 views today
Halo, perkenalkan, Nama Saya Muhadjier. Saya berasal dari Lhokseumawe, saat kuliah saya merantau ke Kota Banda Aceh. Saya kuliah S1 di Ilmu Kelautan Universitas Syiah Kuala, kemudian setelah lulus diberi kesempatan berkarir kecil kecilan sebagai honorer di Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala sebagai Teknisi Komputer.
Referensi
1. | ↑ | Diringkas dari ad-Daa’ wad Dawaa’ (hlm. 65-67), dengan sedikit perubahan |
2. | ↑ | Lihat al-Qaulus Sadiid fii Maqaashidit Tauhiid (hlm. 140) dan al-Qaulul Mufiid ‘ala Kitaabit Tauhiid (II/292 |
3. | ↑ | Syarhul Qaawaa-idil Arba’ah (hlm. 12) oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Alu Fauzan Hafizahulloh |